Kamis, 31 Desember 2009

Dasar Hukum Pansus Century; Perbedaan Tajam Antara UU 6/1954 dengan UU 27/2009

Jakarta - Ada dua UU yang bisa dijadikan pijakan hukum bagi Pansus Angket Century DPR dalam membongkar kasus Bank Century. Yaitu UU nomor 6 tahun 1954 dan UU nomor 27 tahun 2009. Mana yang dipakai Pansus Angket Century? Kedua UU ini memiliki perbedaan yang sangat tajam.

UU 6/1954 merupakan UU Penetapan Hak Angket DPR yang dibuat semasa UUDS 1950 dan Indonesia masih berada dalam sistem pemerintahan parlementer. Sedangkan UU nomor 27/2009 merupakan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Hingga saat ini belum terang benar mana yang dijadikan pijakan Pansus Angket Century. Dalam prakteknya, Pansus cenderung terlihat mengadopsi dua-duanya. Padahal, kedua UU ini memiliki perbedaan tajam dan bahkan bertentangan. Seharusnya Pansus menjadikan salah satu dari keduanya sebagai pijakan. Dan pijakan UU 27/2009 lebih tepat dari kaca mata hukum.

"Ketika DPR mencantumkan kedua UU tersebut bersama-sama sebagai dasar hukum bagi pembentukan Panitia Angket DPR untuk menyelidiki soal Bank Century, ini dapat mengakibatkan cacat hukum pada keputusan DPR tentang pembentukan Pansus Angket itu," kata sumber detikcom yang juga ahli hukum.

Berikut penelusuran detikcom, Selasa (29/12/2009), terkait perbedaan tajam antara UU 6/1954 dengan UU 27/2009:

1. UU 6/1954 adalah untuk pengaturan hak angket DPR sebagai pelaksanaan UUD Sementara 1950 (pasal 70), dengan sistem pemerintahan parlementer dan sudah tidak berlaku lagi. Sedangkan UU 27/2009 mengatur hak angket DPR sebagai pelaksanaan UUD 1945 (pasal 20A), dengan sistem pemerintahan presidensial.

2. Tata cara pengusulan angket dan pembentukan panitia angket juga berlainan. Dalam UU 6/1954, putusan mengadakan angket dan nama-nama anggota panitia angket harus diumumkan dalam Berita Negara. Dalam UU 27/2009, tidak diatur demikian.

3. Tata cara pemanggilan saksi dan pemeriksaan juga berbeda. Dalam UU 6/1954, apabila saksi tidak mau memperlihatkan surat-surat yang dianggap perlu, Panitia Angket harus meminta Pengadilan Negeri untuk menyita atau menyalin surat-surat tersebut (Pasal 19). UU 27/2009 tidak mengatur mengenai hal ini, hanya sekadar 'meminta keterangan dari..' dan 'memanggil.. untuk memberi keterangan' (pasal 179, 180).

4. Dalam UU 6/1954, 'segala pemeriksaan oleh Panitia Angket dilakukan dalam rapat tertutup' dan 'anggota-anggota Panitia Angket wajib merahasiakan keterangan-keterangan yang diperoleh dalam pemeriksaan... ' (pasal 23). Sebaliknya UU 27/2009 tidak mengatur tentang sifat pemeriksaan apakah terbuka atau tertutup, dan tidak pula mewajibkan anggota Panitia Angket untuk merahasiakan keterangan yang diperoleh.

5. Masa kerja panitia Angket juga berbeda. Pada UU 27/2009. Panitia Angket harus menyelesaikan tugasnya dalam 60 hari, sedangkan UU 6/1954 tidak membuat pembatasan.

6. Tujuan penyelidikan pada UU 27/2009 adalah untuk melaporkan apakah ada pelaksanaan UU atau kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang akan diputuskan oleh rapat paripurna DPR, dan bisa dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat DPR. Tujuan penyelidikan pada UU 6/1954 bukan menilai kebijakan pemeritah, tetapi sesuatu yang bisa berakhir pada proses peradilan (yustisial).

Arifin Asydhad – detikNews

Selasa, 24 November 2009

Diskusi Kecil Pikiran Bersih Club (23/11/09)

Diskusi kecil Pikiran Bersih Club kemarin malam (23/11/09) terdapat salah satu sari diskusi yang cukup menarik, yaitu bahwa bangsa ini kini telah kehilangan para negarawan dalam menjalankan fungsi kenegaraan. Yang ada hanya politisi-politisi keblinger.

Dan kondisi ini semakin diperparah dengan semakin maraknya aktivis-aktivis politik (yang sejatinya sebagai garda depan rakyat) yang malah merongrong pemerintahan dengan motif perebutan kekuasaan. Diskusi ini bermimpi agar setiap 100 orang aktivis politik dan politisi yang keblinger diganti oleh 1 orang negarawan yang an sich. Bahkan ada sedikit gurauan (atas kekaguman pada rakyat Papua), yaitu andaikan semua politisi dan aktivis politik digantikan oleh pemuda-pemuda Papua. Merekalah contoh yang secara sejati memperjuangkan Rakyatnya. Gigih, keras, jujur, dan tentunya tidak Munafik.