Jumat, 11 September 2009

Preterito Slogan Para Caleg

Oleh Riana Afriadi*


Membayangkan para caleg yang terpampang cakap dalam baliho, lantas menjanjikan tentang hal yang sangat krusial demi kesejahteraan, janji-janji yang bisa mengubah kehidupan bagi yang memilihnya. Dibungkus bahasa yang halus, dan penuh emosi, dapat merangsang si pembaca agar bersorak untuknya. Mereka mengemas bahasa sedemikian rupa untuk mempromosikan dirinya, salah satunya dengan mengemas janji dan harapan menjadi sangat menarik melalui slogan-slogan.

Kini dapat ditemui ratusan slogan para caleg itu di Kota Bandung ini, dan menjadi sihir yang digunakan untuk mendalangi masyarakat melalui isu-isu penting yang dijadikan janji-janji yang bagus untuk meyakinkan masyarakat agar memilihnya. Bagi mereka (calon legislatif), slogan memang semakin terasa sangat penting sebagai aspek yang sangat kuat dan bersifat terbuka untuk mempromosikan dirinya demi meraup suara sebanyak-banyaknya. Sebagaimana Fairclough (2003: 201) mengatakan bahwa mereka (politikus) mengetahui bahasa (melalui slogan—pen.) adalah alat penting untuk membangunkan solidaritas di antara golongan sosial yang kemudian memihak kepada suatu partai itu.

Dalam sudut pandang bahasa politik, bahasa diungkapkan untuk menyembunyikan pikiran-pikirannya. Maka slogan-slogan yang mereka ungkapan merupakan bentuk penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya atau kerap disebut majas preterito. Mereka harus menyembunyikan pikirannya ke dalam bentuk-bentuk ungkapan penegasan karena di balik itu terdapat kepentingan-kepentingan kelompok maupun individu yang harus dicapai.

Preterito bersifat ikonik, adanya transformasi dan pengkultusan ikon bahasa dari struktur leksikal menjadi gramatikal (serba tafsir) yang tidak ajeg. Beberapa slogan yang merupakan preterito seperti penjelasan sebelumnya, antara lain: “Berjuang Untuk Semua”, “Pangbaktos Kanggo Urang Bandung (Berbakti untuk Orang Bandung)”, “Berjuang dengan Hati Demi Kepercayaan dan Kehormatan”, dan “Saatnya Rakyat Punya Kuasa”.

Ungkapan-ungkapan tersebut dikemukakan untuk mewujudkan kesan yang baik dan kagum di balik kekosongannya. Wallahualam. Dengan demikian, setiap orang (pemilih) perlu memahami makna dan tujuan lain yang tersembunyi di balik setiap slogan mereka.

Sembari menunggu hari pemilihan calon legislatif tiba pada tanggal 9 April nanti, kiranya saat yang baik untuk memulai mencermati kembali caleg-caleg pilihan Anda. Sebagaimana slogan KPU Kota Bandung “Kenali nama calonnya, pelajari visi dan misinya”, kiranya sangat tepat untuk dipahami dan diamini. Tidak sekedar “tepuk dada tanyalah selera!” atau “Aing pisan euy!”. Semoga.


*) Penulis, anggota Caraka Cultura Studies.
Alumni Prodi Bahasa & Sastra Indonesia Unpad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar